Skip to main content

Analisis Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat

  1.     Analisis Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Jelaskan bagaimana hak-hak masyarakat adat diakui dan dilindungi oleh hukum Indonesia. Apa saja ketentuan hukum yang melibatkan partisipasi masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan perlindungan lingkungan? Jawab: Hak-hak masyarakat adat diakui dan dilindungi oleh hukum Indonesia melalui: a.     Konstitusi Pasal 18B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya. b.     Undang-undang Pemerintah telah mengeluarkan berbagai undang-undang dan peraturan yang mengatur hukum adat, seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). c.     Pengadilan adat Beberapa wilayah di Indonesia memiliki pengadilan adat atau lembaga hukum adat yang ditunjuk oleh pemerintah. d.     Reformasi hukum...

BAGIAN-BAGIAN DARI SUATU UNDANG-UNDANG BESERTA PENJELASANNYA

Ilustrasi Undang-Undang

COBA SAUDARA JELASKAN APASAJA BAGIAN-BAGIAN DARI SUATU UNDANG-UNDANG BESERTA PENJELASANNYA.


Jika dalam perkuliahan kita sering menjumpai pertanyaan seperti diatas, berikut alternatif jawaban yang dapat digunakan untuk pertanyaan tersebut.

 

 

Kerangka Peraturan PerundangUndangan (PUU) terdiri atas :

A.   Judul

Judul PUU memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama PUU.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 12 TAHUN 2011

TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

1.    Pada nama PUU perubahan ditambahkan frasa  perubahan atas di depan judul PUU yang diubah.

2.    Pada nama PUU pencabutan ditambahkan kata pencabutan di depan judul PUU yang dicabut.

3.    Pada nama Perpu yang ditetapkan menjadi UU, diambahkan kata penetapan di depan judul PUU yang ditetapkan dan diakhiri dengan frasa menjadi UU,

4.    Pada nama PUU pengesahan perjanjian atau persetujuan internasional, ditambahkan kata pengesahan di depan nama perjanjian atau persetujuan internasional yang akan disahkan.

 

B.   Pembukaan

Pembukaan PUU terdiri atas:

Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa

Jabatan Pmbentuk PUU

Konsideran

Dasar Hukum

Diktum

 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 12 TAHUN 2011

TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

Mengingat:

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

 

KONSIDERAN

1.    Konsideran diawali dengan kata Menimbang

2.    Konsideran memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan PUU.

3.    Pokok pikiran pada konsideran UU dan Perda memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya yang penulisannya secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis.

4.    Filosofis

Mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang bersumber pada

Pancasila dan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

5.    Sosiologis

Menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bebera aspek.

6.    Yuridis

Peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau kekosongan hukum.

7.    Dasar Hukum

Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat,

Dasar hukum memuat Dasar kewenangan pembentukan PUU, PUU yang memerintahkan pembentukan PUU.

 

C.   Batang Tubuh

BAB I

KETENTUAN UMUM

Ketentuan Umum dapat memuat lebih dari satu pasal.

Ketentuan Umum berisi:

1.    Batasan pengertian atau definisi;

2.    Singkatan atau akronim; dan/atau

3.    Mencerminkan asas, maksud, dan tujuan.

Materi pokok yang diatur Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika tidak ada pengelompokan bab, materi pokok yang diatur diletakkan setelah pasal atau beberapa pasal ketentuan umum.

 

Ketentuan Pidana (Jika Diperlukan)

Ketentuan pidana memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau norma perintah, dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang dilanggar. Dengan demikian perlu dihindari:

 

1.    Pengacuan pada ketentuan pidana PUU lain;

2.    Pengacuan pada KUHP, jika elemen atau unsur-unsur dari norma yang diacu tidak sama.

3.    Penyusunan rumusan sendiri yang berbeda atau tidak terdapat di dalam norma-norma yang diatur dalam pasal atau beberapa pasal sebelumnya, kecuali untuk UU mengenai tindak pidana khusus.

Ketentuan pidana hanya dimuat dalam UU dan Perda

Ketentuan Pidana tidak dapat diberlakukan surut/retro aktif karena akan bertentangan dengan asas legalitas.

 

Ketentuan Peralihan (Jika Diperlukan)

Ketentuan Peralihan memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan PUU yang lama terhadap PUU yang baru, yang bertujuan:

1.    Menghindari terjadinya kekosongan hukum;

2.    Menjamin kepastian hukum;

3.    Memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan PUU; dan

4.    Mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara,

 

D.   Penutup

Ketentuan Penutup ditempatkan dalam bab terakhir. Jika tidak diadakan pengelompokan bab, Ketentuan Penutup ditempatkan dalam pasal atau beberapa pasal terakhir.

Pada umumnya Ketentuan Penutup memuat ketentuan mengenai:

a.    Penunjukan organ atau alat kelengkapan yang melaksanakan PUU;

b.    Nama singkat PUU;

c.    Status PUU yang sudah ada; dan

        d.    Saat mulai berlaku PUU.

 

E.   Penjelasan (jika ada)

1.    Setiap Undang-Undang dan Peraturan Daerah diberi penjelasan.

2.    PUU di bawah UU (selain perda) dapat diberi penjelasan jika diperlukan.

3.    Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk PUU atas norma tertentu dalam batang tubuh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh, tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud.

4.    Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.

5.    Penjelasan tidak boleh mengakibatkan terjadinya perubahan terselubung terhadap ketentuan PUU

6.    udul penjelasan sama dengan judul PUU yang diawali dengan frasa penjelasan atas yang ditulis denga huruf kapital.

7.    Penjelasan PUU terdiri atas penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.

8.    Penjelasan umum memuat uraian secara sistematis mengenai latar belakang pemikiran, maksud, dan tujuan penyusunan PUU yang telah tercantum dalam butir konsideran, asas,tujuan, atau materi pokok yang terkandung dalam batang tubuh PUU.

9.    Rumusan penjelasan pasal demi pasal memerhatikan hal-hal sebagai berikut :

a.    Tidak bertentangan dengan materi pokok;

b.    Tidak memperluas, mempersempit atau menambah pengertian norma;

c.    Tidak melakukan pengulangan atas materi pokok;

d.    Tidak mengulangi uraian kata, istilah, frasa, atau pengertian yang telah dimuat dalam ketentuan umum, dan/atau Tidak memuat rumusan pendelegasian.

 

F.    Lampiran (jika ada)

a.    Dalam hal PUU memerlukan lampiran, hal tersebut dinyatakan dalam batang tubuh bahwa lampiran dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PUU.

b.    Lampiran dapat memuat antara lain uraian, daftar, tabel, gambar, peta, dan sketsa.

c.    Dalam hal PUU memerlukan lebih dari satu lampiran, tiap lampiran diberi nomor urut dengan menggunakan angka romawi

d.    Judul lampiran ditulis seluruhnya denan dengan huruf kapital yang diletakkan di sudut kanan atas tanpa diakhiri tanda baca dengan rata kiri.

e.    Pada halaman terakhir tiap lampiran harus dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat yang mengesahkan atau menetapkan PUU ditulis dengan huruf kapital yang diletakkan disudut kanan bawah dan diakhiri dengan tanda baca koma setelah nama pejabat yang mengesahkan atau menetapkan PUU.

 

Indrat, Maria Farida dkk. 2022. Ilmu Perundang-Undangan Edisi Ke-3. Banten. Universitas Terbuka

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Perundang-Undangan

 

Demikian


Comments

Popular posts from this blog

SISTEM PENGGAJIAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Setiap organisasi khususnya perusahaan memerlukan data yang bersifat riil dari setiap tingkatan manajemennya. Data tersebut disusun dan dikelola dalam sebuah sistem informasi. Salah satu sistem informasi terpenting pada perusahaan adalah Sistem Informasi Sumber Daya Manusia/Human Resourches Information System (SISDM/HRIS). Setiap perusahaan besar pastilah memiliki sistem informasi sumber daya manusia (human resource information system) dan juga Sistem Penggajiannya. Sistem sumber daya manusia membantu bisnis dalam mengembangkan susunan kebutuhan kepegawaian, mengidentifikasi potensi- potensi karyawan baru, menyimpan arsip karyawan, menjejaki pelatihan, keterampilan, dan prestasi kerja karyawan, dan membantu para manajer mengembangkan rencana yang sesuai dengan kompensasi dan pengembangan karir karyawan. Sistem perusahaan dapat membantu bisnis untuk mengkoordinasi susunan kepegawaian mereka dengan aktivitas produksi dan penjualan dan sumber...

Metode Simple Additive Weighting (SAW)

Konsep dasar metode Simple Additive Weighting (SAW) adalah mencari hasil terbaik dari proses normalisasi sesuai dengan persamaan (rumus) Simple Additive Weighting (SAW) dengan kriteria yang ada pada setiap alternatif untuk ditentukan alternatif terbaik. Persamaan (rumus) untuk melakukan normalisasi tersebut adalah sebagai berikut :   Dimana rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternative A 1 pada atribut C j ; i=1,2,……,m dan j=1,2,……,n. nilai preferensi untuk setiap alternatif (V i ) diberikan sebagai : Keterangan : Vi        = rangking setiap alternatif. Wj       = nilai bobot dari setiap kriteria Rij        = nilai rating kinerja ternormalisasi Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih.     Kelebihan dari   Metode SAW 1.       Menentukan nilai bobot untuk setiap atribut ...

MODEL-MODEL-PENGEMBANGAN-PERANGKAT-LUNAK

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Pengembangan sistem informasi dalam kurun waktu kini sungguh sangat pesat. Di hampir setiap perusahaan selalu melakukan perbaikan, inovasi, dan evaluasi terhadap sistem informasi yang ada di dalam perusahaan tersebut, agar selalu mendukung bisnis-bisnis yang mereka jalankan.Dengan memanfaatkan kemampuan dari sistem informasi, diharapkan perkembangan bisnis semakin maju dan dapat menaikkan pendapatan dari perusahaan. Pengembangan perangkat lunak dapat diartikan sebagai proses membuat suatu perangkat lunak baru untuk menggantikan perangkat lunak lama secara keseluruhan atau memperbaiki perangkat lunak yang telah ada. Agar lebih cepat dan tepat dalam mendeskripsikan solusi dan mengembangkan perangkat lunak, juga hasilnya mudah dikembangkan dan dipelihara, maka pengembangan perangkat lunak memerlukan suatu metodologi khusus. Metodologi pengembangan perangkat ...