Apakah kedudukan pekerja/buruh anak dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan
Serikat Pekerja atau Serikat
buruh adalah organisasi yang dibentuk dari dan oleh pekerja atau buruh, baik di
perusahaan atau diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri,
demokratis, dan bertanggungjawab, guna memperjuangkan, membela, serta
melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh, serta mampu untuk meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Dasar pembentukan Serikat
Pekerja/Buruh adalah UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 21
Tahun 2000 tentang Serikat Buruh.
Kedudukan pekerja/buruh anak dalam sistem ketenagakerjaan di
Indonesia masih belum sesuai dengan aturan perundang-undangan yang disebabkan banyak
anak-anak yang masih bekerja di usia yang seharusnya mereka berada di sekolah.
Hal ini sanagt bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang melarang anak di bawah usia 15 tahun untuk bekerja.
Masih banyak anak yang
bekerja di sektor informal dengan kondisi kerja yang tidak aman dan berisiko
bagi kesehatan mereka. Hal ini bertentangan dengan Pasal 69 UU Nomor 13 tahun
2003 yang menjamin perlindungan bagi pekerja/buruh termasuk anak. Juga masih banyak
anak yang bekerja di sektor formal dengan upah yang rendah bahkan tanpa jaminan
sosial yang memadai. Padahal berdasarkan Pasal 89 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 menjamin upah yang layak dan jaminan sosial bagi pekerja/buruh termasuk
anak.
Secara aturan dan
perlindungan Hukum telah terimplemtansikan denan lahirnya Undang-Undang
Ketenagakerjaan memberikan perlindungan hukum kepada pekerja/buruh anak. Pasal
69 ayat (1) menyatakan bahwa pekerja/buruh anak memiliki hak yang sama dengan
pekerja/buruh dewasa dalam hal upah, jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan
kerja, serta hak-hak lain yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Usia Minimum
pekerja termaktub dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan juga mengatur usia
minimum untuk bekerja yaitu Pasal 69 ayat (2) menyatakan bahwa usia minimum
untuk bekerja adalah 15 tahun, kecuali untuk pekerjaan ringan yang tidak
membahayakan kesehatan, pendidikan, dan moral anak. Jika pekerja/buruh anak
berusia di bawah 15 tahun, mereka tidak diizinkan bekerja. Sektor Pendidikan dalam
Undang-Undang Ketenagakerjaan juga menekankan pentingnya pendidikan bagi
pekerja/buruh anak. Pasal 70 ayat (1) menyatakan bahwa pekerja/buruh anak yang
berusia di bawah 18 tahun wajib mengikuti pendidikan formal sesuai dengan
tingkat pendidikan yang sedang ditempuh.
Namun, kenyataannya masih
banyak pekerja/buruh anak di Indonesia yang bekerja di usia yang belum memenuhi
syarat sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut. Hal tersebut disebabkan
masih banyaknya kondisi sosial ekonomi yang memaksa anak-anak untuk bekerja demi
memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarga mereka. Disisi lain terdapat
beberapa celah hukum dan praktik yang belum sesuai dengan aturan
perundang-undangan dalam sistem ketenagakerjaan Indonesia. Beberapa di
antaranya adalah:
1.
Terdapat
perusahaan atau tempat kerja yang mempekerjakan anak di bawah usia 15 tahun
tanpa memperhatikan kesehatan, moral, dan fisik anak;
2.
Terdapat
perusahaan atau tempat kerja yang mempekerjakan anak usia 15-18 tahun tanpa
memperhatikan hak-hak anak, kesehatan, keselamatan, dan moralitas anak, serta
tidak mengganggu pendidikan anak;
3.
Terdapat
praktik kerja yang memaksakan anak-anak untuk bekerja dalam kondisi kerja yang
berbahaya dan tidak aman.
Meskipun pada peraturan
perundang-undangan telah mengatur mengenai larangan mempekerjakan anak di bawah
usia 15 tahun dan pengaturan perlindungan bagi anak yang bekerja tetapi pada kenyataannya
masih terdapat pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Sehingga perlu upaya dari
semua pihak untuk mengawasi dan menegakkan aturan tersebut agar pekerja/ buruh
anak mendapatkan perlindungan yang layak dan sesuai dengan aturan
perundang-undangan yang berlaku.
Meskipun aturannya sudah ada,
implementasinya belum berjalan secara optimal. Pemerintah perlu melakukan upaya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan, mengurangi kemiskinan, dan
mengefektifkan aturan-aturan yang telah ada. Sebagai negara yang telah
meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA), negara berkewajiban untuk menentukan
batas usia minimum pekerja anak, mengatur jam dan kondisi penempatan kerja, serta
menetapkan sanksi dan menjatuhi hukuman kepada pihak-pihak yang melanggar
peraturan tersebut. Pengusaha yang melanggar ketentuan tentang pempekerjaan
anak dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling
lama 4 tahun, serta denda paling sedikit Rp100 juta.
Oleh karena itu, perlu adanya
penegakan hukum yang lebih tegas terhadap praktik ketenagakerjaan yang
melibatkan anak-anak agar sesuai dengan aturan perundang-undangan yang sudah
ada, perlu juga upaya untuk memberikan pendidikan dan kesempatan yang lebih
baik bagi anak-anak untuk bersekolah dan tidak terlibat dalam dunia kerja pada
usia yang masih sangat muda.
Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan
Wiryani, Fifik. 2003,
Perlindungan Pekerja Anak, Pusat Studi Kajian Wanita, UMM Press, Malang
Tadjhoedin, Noer Effendi,
1992, Buruh Anak Fenomena Dikota dan Pedesaan-Dalam Buruh Anak Disektor
Informal-Tradisional Dan Formal, Sumberdaya Manusia, Yayasan Tenaga Kerja
Indonesia, Jakarta
Haryadi, Dedi, Tjandraningsih
dan Indrasari, 1995, Buruh Anak dan Dinamika Industri Kecil,Alkatiga, Bandung
Comments
Post a Comment