Bagi sebagian besar rakyat Indonesia,
tanah merupakan sumber hidup satu-satunya. Mengingat pentingnya tanah di dalam
kehidupan manusia, maka setiap orang berusaha memiliki dan memanfaatkan tanah
itu semaksimal mungkin guna kelangsungan hidupnya. Untuk memiliki tanah dapat
dilakukan dengan berbagai cara seperti mewaris, hibah, tukar menukar, maupun
dengan cara jual-beli.
Pertanyaan
:
Menurut
analisis saudara, bagaimana cara jual beli tanah menurut hukum adat, hukum
perdata barat dan UUPA ?
JAWABAN :
Cara jual-beli tanah dapat berbeda
dalam konteks hukum adat, hukum perdata barat, dan UUPA (Undang-Undang Pokok
Agraria). Berikut adalah penjelasan singkat mengenai cara jual beli tanah dalam
tiga konteks tersebut :
1.
Hukum Adat
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 Tentang UUPA tidak memberikan penjelasan mengenai jual beli
tanah.
Jual beli tanah
menurut hukum adat bersifat kontan atau “tunai”. Pembayaran harga dan
penyerahan haknya dilakukan pada saat yang bersamaan.
Biasanya jual
beli tanah dilakukan oleh Kepala Desa / Kepala Adat yang bukan hanya bertidak
sebagai saksi, tetapi juga dalam kedudukannya sebagai alat Kepala Adat (Desa)
menanggung bahwa jual beli tersebut tidak melanggar hukum yang berlaku.
Dalam hukum
adat, jual beli tanah dapat melibatkan proses yang berbeda-beda tergantung pada
adat istiadat suatu daerah. Setiap komunitas adat memiliki sistem norma dan
aturan yang mengatur kepemilikan dan peralihan tanah. Biasanya, jual beli tanah
dalam hukum adat melibatkan proses musyawarah, pengakuan dari pemimpin adat
atau tokoh masyarakat, serta pemenuhan persyaratan adat yang berlaku.
Syarat-syarat
jual beli tanah menurut hukum adat adalah sebagai berikut :
a.
Adanya tanah sebagai objek jual beli
yang harus jelas batas-batasnya, luasnya, dan statusnya (apakah tanah adat,
tanah ulayat, atau tanah hak milik).
b.
Adanya para pihak yang
berkepentingan dalam jual beli tanah yaitu penjual dan pembeli yang harus
memiliki kewenangan dan kapasitas hukum untuk melakukan perbuatan hukum
tersebut.
c.
Adanya harga yang disepakati oleh
para pihak yang harus sesuai dengan nilai pasar dan tidak merugikan salah satu
pihak.
d.
Adanya persetujuan dari para pihak
yang harus dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan atau tipu daya.
e.
Adanya saksi-saksi yang mengetahui
dan menyaksikan perbuatan jual beli tanah yang biasanya terdiri dari kepala
adat, tetangga, kerabat, atau orang-orang yang dipercaya oleh para pihak.
Prosedur jual
beli tanah menurut hukum adat adalah sebagai berikut :
a.
Para pihak melakukan negosiasi
mengenai harga dan syarat-syarat jual beli tanah.
b.
Para pihak membuat surat perjanjian
jual beli tanah di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak dan
disaksikan oleh saksi-saksi.
c.
Para pihak melakukan pembayaran
harga tanah secara tunai atau sebagian dan menyerahkan tanah beserta bukti
kepemilikannya kepada pembeli.
d.
Para pihak melakukan pengukuran dan
penandaan batas-batas tanah yang dijual beli serta mengumumkan kepada
masyarakat sekitar bahwa telah terjadi peralihan hak atas tanah tersebut.
e.
Para pihak melakukan pengesahan jual
beli tanah di hadapan kepala adat yang kemudian mencatat dan mengeluarkan surat
keterangan jual beli tanah yang sah menurut hukum adat.
2.
Hukum Perdata Barat
Pengaturan
terhadap dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) jual beli adalah
suatu perjanjian ketika pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan (hak milik atas) suatu benda dan pihak lain (pembeli) untuk
membayar harga yang telah dijanjikan (pasal 1457 KUHPerdata).
Pasal 1458
KUHPerdata menyatakan bahwa jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua
belah pihak pada saat mereka mencapai kata sepakat mengenai benda yang
diperjualbelikan beserta harganya biarpun benda tersebut belum diserahkan dan
harganya pun belum dibayar.
Dalam hukum
perdata barat, jual beli tanah diatur oleh Ketentuan-Ketentuan Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek). Proses jual beli tanah dalam hukum perdata barat
melibatkan adanya perjanjian jual beli antara pihak penjual dan pembeli yang
dituangkan dalam akta notaris. Akta notaris merupakan bukti sah yang memberikan
kekuatan hukum terhadap transaksi jual beli tanah.
Syarat-syarat
jual beli tanah menurut hukum perdata barat adalah sebagai berikut :
a.
Adanya tanah sebagai objek jual beli
yang harus memiliki sertifikat hak atas tanah yang sah dan tidak bermasalah.
b.
Adanya para pihak yang
berkepentingan dalam jual beli tanah yaitu penjual dan pembeli yang harus
memiliki kewenangan dan kapasitas hukum untuk melakukan perbuatan hukum
tersebut.
c.
Adanya harga yang disepakati oleh
para pihak yang harus sesuai dengan nilai pasar dan tidak merugikan salah satu
pihak.
d.
Adanya persetujuan dari para pihak
yang harus dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan atau tipu daya.
e.
Adanya akta otentik yang dibuat oleh
notaris atau PPAT yang berisi pernyataan-pernyataan para pihak mengenai jual
beli tanah, serta syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Prosedur jual
beli tanah menurut hukum perdata barat adalah sebagai berikut :
a.
Para pihak melakukan negosiasi
mengenai harga dan syarat-syarat jual beli tanah.
b.
Para pihak membuat surat perjanjian
jual beli tanah di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak dan
disaksikan oleh saksi-saksi.
c.
Para pihak melakukan pembayaran uang
muka atau tanda jadi sebagai bukti keseriusan dan kepastian jual beli tanah.
d.
Para pihak menunjuk notaris atau
PPAT untuk membuat akta otentik jual beli tanah, serta melampirkan
dokumen-dokumen yang diperlukan, seperti sertifikat hak atas tanah, kartu tanda
penduduk, surat nikah, surat cerai, surat kematian, surat kuasa, dan lain-lain.
e.
Para pihak melakukan pembayaran sisa
harga tanah secara tunai atau dengan cara lain yang disepakati dan menyerahkan
tanah beserta bukti kepemilikannya kepada pembeli.
f.
Para pihak melakukan penandatanganan
akta otentik jual beli tanah di hadapan notaris atau PPAT yang kemudian mencatat
dan mengeluarkan salinan akta otentik jual beli tanah yang sah menurut hukum
perdata barat.
g.
Para pihak melakukan pengukuran dan
penandaan batas-batas tanah yang dijual beli, serta mengumumkan kepada
masyarakat sekitar bahwa telah terjadi peralihan hak atas tanah tersebut.
h.
Para pihak melakukan pendaftaran
peralihan hak atas tanah di Kantor Pertanahan setempat, dengan membayar
biaya-biaya yang ditetapkan serta melampirkan akta otentik jual beli tanah dan
dokumen-dokumen lain yang diperlukan.
3.
UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria)
UUPA merupakan
landasan hukum yang mengatur agraria di Indonesia. Menurut UUPA, jual beli
tanah dilakukan melalui akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang,
yaitu pejabat pertanahan. Prosedur jual beli tanah meliputi persyaratan
administratif, seperti pemberitahuan kepada pihak berwenang, pembayaran pajak,
dan lain-lain. UUPA juga memberikan perlindungan hukum terhadap hak pemilik
tanah dalam transaksi jual beli.
Prosedur Jual
Beli Tanah menurut UUPA :
a.
Memastikan Status Lahan. Status
tanah yang ideal untuk diperjual belikan biasanya mengacu pada tiga hal, yaitu
bebas, bersih dan jelas.
b.
Mengecek Keaslian Surat Tanah.
c.
Memeriksa keaslian sertifikat tanah.
d.
Membuat Akta Jual Beli (AJB) Tanah.
e.
Membawa Berkas AJB ke BPN.
AD, H. Nandang, dkk. 2022. Administrasi Pertanahan, Edisi ke
4. Banteng. Universitas Terbuka.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Pokok-Pokok Agraria.
Comments
Post a Comment