Skip to main content

Analisis Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat

  1.     Analisis Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Jelaskan bagaimana hak-hak masyarakat adat diakui dan dilindungi oleh hukum Indonesia. Apa saja ketentuan hukum yang melibatkan partisipasi masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan perlindungan lingkungan? Jawab: Hak-hak masyarakat adat diakui dan dilindungi oleh hukum Indonesia melalui: a.     Konstitusi Pasal 18B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya. b.     Undang-undang Pemerintah telah mengeluarkan berbagai undang-undang dan peraturan yang mengatur hukum adat, seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). c.     Pengadilan adat Beberapa wilayah di Indonesia memiliki pengadilan adat atau lembaga hukum adat yang ditunjuk oleh pemerintah. d.     Reformasi hukum...

KASUS-KASUS TAWURAN ANTAR KAMPUNG DI BEBERAPA WILAYAH DI JAKARTA

 

DKI Jakarta merupakan Ibukota Negara Indonesia yang memiliki angka pluralitas kependudukan akan etnik, agama, ras, golongan dan kepentingan yang tinggi sehingga menjadikannya sangat rentan terhadap konflik. Tawuran merupakan salah satu konflik budaya yang disebabkan oleh beberapa kondisi objektif yang dihadapi masyarakat.  Salah satu fenomena yang melekat dengan Manggarai adalah aksi Tawuran. Menurut Clinard & Quinney (1967) tawuran termasuk ke dalam ranah kejahatan kekerasan yang dilakukan secara berkelompok dalam beberapa tahun terakhir tawuran yang terjadi di Manggarai telah tercatat sebanyak 9 (sembilan) kali.

 

Tindakan tawuran tidak mengambarkan manusia sebagai makhluk yang beradab yang dibuktikan melalui adab memiliki arti sopan. Perspektif ilmu sosial dan budaya dasar mengatakan bahwa manusia yang beradab ialah manusia yang berlaku sopan, berakhlak serta berbudi pekerti luhur. Selain itu, terdapat konsepsi berupa masyarakat beradab yang dikenal dengan masyarakat madani atau civil society. Masyarakat yang beradab memiliki karakteristik keterbukaan, toleransi, mengedepankan musyawarah, egalitalianisme serta mematuhi penegakan hukum dan keadilan. Mengenai fenomena tawuran telah dilakukan oleh berbagai pihak, baik oleh lembaga Pemerintahan maupun non-pemerintahan serta dibahas melalui perspektif nilai dan moral. Terdapat perspektif yang menyatakan aksi tawuran merupakan tindakan kejahatan sehingga melahirkan konstruksi pemaknaan dari tawuran itu sendiri.

 

KPAI menilai bahwa tawuran yang terus menjadi tradisi hingga saat ini menimbulkan sebuah pembahasan yang sangat menarik. Pelaku pasti memiliki alasan yang melatarbelakangi keberlanjutan tradisi tawuran. Daripada menyalahkan anak atas perbuatan tawuran yang dilakukan, KPAI lebih menyudutkan ketidakmampuan orangtua dalam menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam melindungi anak. Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) Pasal 26 Ayat 1 telah menegaskan bahwa orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab dalam melindungi anak, baik dalam hal mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi, maupun mengembangkan bakat anak.

 

Hal ini diperparah dengan ketidakmampuan lingkungan sekitar untuk memberikan kontrol secara sosial berbasis lingkungan terhadap anak yang tinggal di wilayah Manggarai, Jakarta Selatan. Manggarai sering terjadi tawuran yang sudah berangsur sejak lama sehingga menjadikan tawuran sebagai penyimpangan sosial. Konstruksi lain juga turut ditunjukan oleh aparat kepolisian. Tindakan tawuran dinilai sebagai penyimpangan sosial dan hingga taraf tertentu dapat dikategorikan sebagai kejahatan terutama yang kerap terjadi di wilayah Manggarai dan sekitarnya. Hal ini terbukti dari terdapatnya beberapa pelaku tawuran yang kerap diamankan oleh aparat kepolisian. Berikut deretan kejadian penangkapan para pelaku tawuran oleh aparat kepolisian dalam satu tahun terakhir antara lain :

1. Personel Polres Metro Jakarta Selatan melakukan penangkapan terhadap 13 orang pelaku tawuran di wilayah Manggarai Jakarta Selatan pada 19 September 2019 dimana diantara pelaku juga positif menggunakan narkoba (Sinar Harapan, 2019);

2. Pelaku tawuran yang ditangkap atas insiden tawuran pada 30 oktober 2019 yang terbukti membawa senjata tajam, melakukan perusakan terhadap fasilitas umum, dan provokator tawuran (Prireza, 2019);

3. Jajaran Polres Metro Jakarta Selatan melalui tim Eagle One kembali menangkap dua pelaku tawuran yang terjadi di Manggarai (Walda, 2019);

4. Polsek Metro Menteng kembali melakukan penangkapan terhadap lima pelaku tawuran antara warga Manggarai dan Menteng Tenggulun (Movanita, 2020);

5. Polsek Metro Menteng menangkap Luthfi alias Upy diduga sebagai otak utama dalam video viral tawuran pada akhir April lalu di kawasan Stasiun Manggarai  (Kristianti, 2020).

 

Selain itu aparat kepolisian juga membentuk tim gabungan dalam rangka mengantisipasi tawuran Manggarai terulang dibeberapa titik di lokasi yang kerap rentan seperti di wilayah Zwembath, Tuyul, dan pintu masuk Tenggulun. Aparat gabungan selalu melakukan penjagaan ketat serta penyisiran ke dalam kampung-kampung di sekitaran Manggarai setiap malamnya selama enam bulan terakhir.

 

Perspektif tawuran sebagai tindak pidana juga masuk ke dalam rekonstruksi dalam negara. Hal ini terbukti dari berbagai aturan yang mengatur sanksi bagi para pelaku tawuran yang terdapat pada undang-undang dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Berikut pasal-pasal yang kerap menjerat para pelaku tawuran: Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, Pasal 351 tentang Penganiayaan, Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, Pasal 358 tentang penganiayaan, Pasal 2 Ayat (1) Undang- Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Tajam “budaya” bagi masyakat sekitar.

 

Beberapa alasan mendasar mengapa masyarakat di wilayah Manggarai melakukan aksi kekerasan berupa tawuran disebabkan oleh banyaknya pengangguran, minimnya pendidikan, serta desakan ekonomi yang menyebabkan gesekan-gesekan kecil menjadi hal yang besar. Alasan utamanya adalah permasalahan terkait pekerjaan. Latar belakang yang tidak memungkinkan masyarakat sekitar untuk bekerja secara formal menyebabkan mereka memilih kerja serabutan seperti penjagaan lahan parkir. Kuantitas masyarakat yang tinggi namun dihadapkan dengan peluang kerja yang minim menyebabkan terjadinya pergesekan antar wilayah. Masalah ekonomi akhirnya menjadi permasalahan mendasar yang melatarbelakangi hadirnya fenomena tawuran di wilayah Manggarai. Adanya interaksi-interaksi serta lepasnya kontrol sosial di daerah tersebut menjadikan tawuran sebagai produk dari “budaya” kekerasan di Manggarai.

 

Terdapat berbagai upaya telah dilakukan untuk mengehentikan aksi tawuran di Manggarai contohnya adalah Ikrar Damai. Hal ini telah dilakukan sebanyak tiga kali, mulai dari aparat kepolisian, kelurahan, atau tokoh masyarakat setempat. Meski demikian kegiatan tersebut hanya menjadi wacana semata. Ketiadaan sanksi yang diberikan dinilai tidak tegas dan tidak memberikan efek jera kepada keseluruhan masyarakat saat tawuran kembali terjadi. Ikrar Damai hanya dinilai sebagai tindakan formalitas saja karena “anak-anak muda” di daerah yang sering terlibat tawuran tidak menginginkan perdamaian. Tawuran telah menjadi ajang bagi mereka untuk menunjukan kekuatan antar kampung.

 

Kekerasan kolektif berupa tawuran telah dinilai sebagai cara bagi mereka untuk berkomunikasi dan menanamkan budaya kekerasan di wilayah tempat tinggal mereka. Masyarakat yang tinggal di wilayah Manggarai tidak memaknai tawuran sebagai tindak kejahatan sehingga menyebabkan berbagai upaya perdamaian gagal dilakukan dan fenomena tawuran masih berlanjut hingga saat ini. Pemaknaan bagi para pelaku, tawuran bukan hanya sebagai aksi saling serang saja. Terdapat makna lain yang tersirat di dalamnya berupa “kenang-kenangan dari sebuah perjuangan membela kampung”. Sedangkan keterlibatan anak-anak dalam aksi tawuran tidak menaruh kekhawatiran yang berlebih bagi orang tua mereka karena hanya dianggap sebagai tindakan untuk membela diri dan membela kampung. Dengan kata lain tawuran di Manggarai dan sekitarnya telah menjadi sebuah “produk” dari budaya setempat sehingga baik anak, dewasa, atau orang tua merupakan bagian dari aktor yang menghasilkan subkultur budaya tawuran di wilayah tersebut

 

Dapat disimpulkan bahwa fenomena tawuran yang terjadi di wilayah Manggarai dan sekitarnya adalah budaya kekerasan yang telah melekat pada masyarakat setempat. Tawuran telah menjadi sebuah tradisi turun temurun antar generasi di wilayah tersebut. Pemaknaan tawuran yang diyakini oleh para pelaku dinilai sebagai tradisi yang dilandasi oleh tingginya rasa solidaritas dalam komunitas masyarakat setempat. Tawuran di wilayah Manggarai merupakan subkultur kekerasan yang tumbuh dan berkembang di wilayah tersebut. Tawuran merupakan sebuah kegiatan yang sering kali dipandang sebagai hal yang wajar menurut masyarakat Manggarai. Penggunaan kekerasan, senjata tajam, bahkan kerap merusak fasilitas menjadi hal yang lumrah terjadi ketika tawuran berlangsung. Dalam kriminologi tawuran juga disebut dengan istilah kekerasan kolektif.

Para pelaku tawuran kerap berkonflik karena aksi saling serang seperti pelemparan batu ke perkampungan warga kesalahpahaman warga serta aksi untuk menunjukan eksistensi diri. Para pelaku tawuran tidak hanya berasal dari wilayah Manggarai tetapi juga terdapat di wilayah sekitarnya yakni Menteng, Tenggulun, dan Pasar Rumput. yang dikenal sebagai musuh bebuyutan Manggarai. Tawuran yang terjadi tidak pernah usai karena dilandasi oleh aksi balas dendam antar kampung. Aksi solidaritas yang tinggi membuat masyarakat setempat secara kolektif turut membela kampung.

 

Proses anak mengikuti tawuran dimulai dari mengamati orang yang lebih dewasa dalam aksi ketika tawuran. Anak menjadi berani untuk mengikuti tawuran karena dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Walaupun partisipasi anak biasanya diawali oleh kegiatan yang ringan seperti mengumpulkan batu untuk penyerangan saja. Para pelaku enggan memaknai tawuran sebagai tindak kejahatan karena mereka melakukan tawuran untuk membela harga diri dan membela kampung. Alasan ini digunakan oleh masyarakat sekitar sebagai pembelaan dan pembenaran ketika mereka melakukan tawuran. Mereka menyadari aksi tawuran yang mereka lakukan merugikan diri sendiri dan orang lain.

 

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghentikan tawuran khususnya di wilayah Manggarai dan sekitarnya mulai dari pembuatan pos penjagaan, sanksi berupa pencabutan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dan KJP (Kartu Jakarta Pintar), serta Ikrar Damai yang telah dilakukan sebanyak tiga kali. Tetapi upaya yang telah dilakukan masih sangat kurang efektif karena sampai saat ini tawuran kerap terulang kembali.

 

 

Nailufar, N. N. (2017). “Lima Pelajar SMK Ditangkap Usai Tawuran yang Tewaskan 2 Remaja”. Kompas, 12 Agustus. https://megapolitan.kompas.com/read/2017/08/12/15222441/lima-pelajarsmk-ditangkap-usai-tawuran-yang-tewaskan-2-remaja (diakses 06 November 2023).

 

Sinar Harapan (2019). “Polisi Tangkap 13 Pelaku Tawuran di Manggarai”, 6 September. Https://www.sinarharapan.co/metropolitan/pr3852808726/Polisi-Tangkap-13-Pelaku-Tawuran-di Manggarai (diakses 06 November 2023).

 

Clinard, M., & Quinney, R. (1967). Criminal behavior systems: A typology. New York: Holt, Rhinehart & Winston Inc.

 

Darmawan, M. Kemal. 2022. Teori Kriminologi Edisi Ke-3. Banten. Universitas Terbuka.

 

 


Comments

Popular posts from this blog

SISTEM PENGGAJIAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Setiap organisasi khususnya perusahaan memerlukan data yang bersifat riil dari setiap tingkatan manajemennya. Data tersebut disusun dan dikelola dalam sebuah sistem informasi. Salah satu sistem informasi terpenting pada perusahaan adalah Sistem Informasi Sumber Daya Manusia/Human Resourches Information System (SISDM/HRIS). Setiap perusahaan besar pastilah memiliki sistem informasi sumber daya manusia (human resource information system) dan juga Sistem Penggajiannya. Sistem sumber daya manusia membantu bisnis dalam mengembangkan susunan kebutuhan kepegawaian, mengidentifikasi potensi- potensi karyawan baru, menyimpan arsip karyawan, menjejaki pelatihan, keterampilan, dan prestasi kerja karyawan, dan membantu para manajer mengembangkan rencana yang sesuai dengan kompensasi dan pengembangan karir karyawan. Sistem perusahaan dapat membantu bisnis untuk mengkoordinasi susunan kepegawaian mereka dengan aktivitas produksi dan penjualan dan sumber...

Metode Simple Additive Weighting (SAW)

Konsep dasar metode Simple Additive Weighting (SAW) adalah mencari hasil terbaik dari proses normalisasi sesuai dengan persamaan (rumus) Simple Additive Weighting (SAW) dengan kriteria yang ada pada setiap alternatif untuk ditentukan alternatif terbaik. Persamaan (rumus) untuk melakukan normalisasi tersebut adalah sebagai berikut :   Dimana rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternative A 1 pada atribut C j ; i=1,2,……,m dan j=1,2,……,n. nilai preferensi untuk setiap alternatif (V i ) diberikan sebagai : Keterangan : Vi        = rangking setiap alternatif. Wj       = nilai bobot dari setiap kriteria Rij        = nilai rating kinerja ternormalisasi Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih.     Kelebihan dari   Metode SAW 1.       Menentukan nilai bobot untuk setiap atribut ...

MODEL-MODEL-PENGEMBANGAN-PERANGKAT-LUNAK

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Pengembangan sistem informasi dalam kurun waktu kini sungguh sangat pesat. Di hampir setiap perusahaan selalu melakukan perbaikan, inovasi, dan evaluasi terhadap sistem informasi yang ada di dalam perusahaan tersebut, agar selalu mendukung bisnis-bisnis yang mereka jalankan.Dengan memanfaatkan kemampuan dari sistem informasi, diharapkan perkembangan bisnis semakin maju dan dapat menaikkan pendapatan dari perusahaan. Pengembangan perangkat lunak dapat diartikan sebagai proses membuat suatu perangkat lunak baru untuk menggantikan perangkat lunak lama secara keseluruhan atau memperbaiki perangkat lunak yang telah ada. Agar lebih cepat dan tepat dalam mendeskripsikan solusi dan mengembangkan perangkat lunak, juga hasilnya mudah dikembangkan dan dipelihara, maka pengembangan perangkat lunak memerlukan suatu metodologi khusus. Metodologi pengembangan perangkat ...