BAGAIMANA SOLUSI PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN YANG SERING MENIMBULKAN KONFLIK ANTARA NEGARA DENGAN MASYARAKAT
Pengadaan
Tanah untuk Kepentingan Umum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap
menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak. Namun seringkali pembangunan
tanah untuk kepentingan umum menimbulkan konflik yang terjadi dalam masyarakat.
Pertanyaan
:
Menurut
analisis saudara, bagaimana solusi pengadaan tanah untuk pembangunan yang
sering menimbulkan konflik antara negara dengan masyarakat !
JAWABAN :
Pengadaan Tanah menurut Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 pada pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa Pengadaan Tanah adalah
kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil
kepada pihak yang berhak. Sedangkan maksud dari Kepentingan umum pada pasal 1
ayat 6 adalah kepentingan bangsa, negara,
dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Pengadaan Tanah untuk kepentingan
umum berdasarkan Paraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 dilakukan dengan Bantuan
Panitia Pengadaan Tanah. Pada pasal 6 disebutkan bahwa :
a.
Untuk wilayah Kabupaten/Kota
dibentuk oleh Bupati/Walikota
b.
DKI Jakarta di bentuk Oleh Guburnur
DKI Jakarta
c.
Wilayah yang terletak di dua
kabupaten / kota dibentuk oleh Gubernur
d.
Wilayah terletak di dua provinsi
dibentuk oleh Mendagri yang terdiri dari unsur pemerintah dan pemerintah daerah
terkait
e.
Susunan panitia pengadaan tanah ini
terdiri dari unsur pemda terkait dan Badan Pertanahan Nasional
Susunan
keanggotaan panitia pengadaan tanah pada dirincikan oleh Peraturan Presiden
Nomor 71 Tahun 2012, pada pasal 51 ayat 2 diuraikan
1.
Pejabat yang membidangi urusan
pengadaan tanah di lingkungan kantor pertanahan
2.
Pejabat pada kantor pemerintahan
lokasi pengadaan tanah
3.
Pejabat satuan kerja yang membidangi
unsur pertanahan
4.
Camat pada lokasi pengadaan tanah
5.
Lurah / Kepala Desa atau nama lain
di lokasi pengadaan tanah
Ganti Rugi menurut Peraturan
Presiden Nomor 65 Tahun 2006 pasal 1 ayat 11 adalah penggantian terhadap
kerugian baik bersifat fisik dan/atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah
kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang
berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik
dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.
Pada passsal 12 disebutkan bahwa Ganti
rugi dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk :
a.
hak atas tanah;
b.
bangunan;
c.
tanaman;
d.
benda-benda lain yang berkaitan
dengan tanah.
Bentuk ganti rugi pada pasal 13 ayat 1 dijelaskan berupa :
a.
uang; dan/atau
b.
tanah pengganti; dan/atau
c.
pemukiman kembali.
Pada ayat 2 ditambahkan Dalam hal
pemegang hak atas tanah tidak menghendaki bentuk ganti rugi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), maka dapat
diberikan kompensasi berupa
penyertaan modal (saham) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun
2006 pada pasal 8 menjelaskan bahwa Pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan melalui musyawarah dalam rangka memperoleh
kesepakatan mengenai :
a.
pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum di lokasi tersebut;
b.
bentuk dan besarnya ganti rugi.
Berdasarkan bunyi Peraturan Presiden
Nomor 65 Tahun 2006 pasal 1 ayat 11 Ganti Rugi yang berkaitan dengan tanah yang
dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan
sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.
Berkaiatan penjelasan di atas, merupakan
salah satu konflik yang sering terjadi di samping konflik yang lain tentang penetapan
lokasi pembangunan, sebenarnya dalam aturan undang-undang sudah mengatur di
mana penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah RT/RW dilakukan secara transparan dan
mudah diakses masyarakat serta prosesnya melibatkan masyarakat, selama
penetapan RT/RW tidak transparan, akan jadi komoditas yang dapat dimanfaatkan
kalangan tertentu. Dibalik tuntutan ganti kerugian yang terlalu tinggi,
seyogyanya dipahami bahwa masyarakat mengharapkan ganti kerugian yang adil,
yang memungkinkan membangun kembali kehidupan di tempat yang baru, karena
membutuhkan biaya sosial yang lebih.
Musyawarah dilakukan secara langsung
antara pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan
dengan tanah bersama panitia pengadaan tanah, dan instansi Pemerintah atau
pemerintah daerah yang memerlukan tanah (Pasal 9).
Dalam pelaksanaan musyawarah yang
dilaksanakan antara tim pelaksana pengadaan tanah dengan para warga sebagai
pihak yang berhak untuk menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi sering mengalami
kebuntuan atau deadlock.
Masyarakat yang berhak sering
ditemukan tidak menerima harga yang tertera pada NJOP dengan alasan bahwa tanah
yang mereka kuasai tidak hanya sebagai tempat tinggal belaka, melainkan juga
sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan usaha untuk pemenuhan dan
pengembangan ekonomi, dengan demikian penilaian
harga tanah untuk menentukan besarnya ganti rugi tidak hanya didasarkan atas
nilai jual objek pajak (NJOP) atau harga riil dari tanah, melainkan juga perlu
untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain sebagaimana diutarakan di atas dalam
menentukan nilai ganti rugi untuk
pelepasan hak atas tanah dari para warga sebagai pihak yang berhak, hilangnya
tempat kegiatan-kegiatan usaha yang mereka rintis selama ini, biaya-biaya
sosial yang harus ditanggung untuk pemukiman kembali di tempat yang baru,
merupakan beban bagi para warga sebagai pemegang hak.
Masyarakat yang merasa tingkat
kesejahteraan yang selama ini sudah lebih terjamin di wilayah saat ini,
sedangkan di tempat yang baru kesejahteraan masih
belum menentu padahal salah satu azas dalam pengadaan tanah untuk kepentingan
umum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf h UU No 2 Tahun 2012 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.Dilaksanan berdasarkan
azas kesejahteraan.
Dari uraian diatas dapat saya
jabarkan pendapat saya bahwa solusi pengadaan tanah untuk pembangunan yang sering
menimbulkan konflik antara negara dengan masyarakat adalah dengan cara
memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang terdampat tidak hanya melihat dari
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dari tanah yang akan dilakukan ganti rugi, tetapi
juga harus melihat unsur yang ada pada Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun
2006 pasal 1 ayat 11 dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari
tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah dengan
memperhatikan dampak sosial maupun yang lainnya.
Dismpaing pengadaan tanah untuk
kepentingan umum, negara juga harus hadir memberikan keadilan bagi masyarakat
yang terdampak, bahkan jika masyakarat menjual tanahnya kepada sesame
masyarakat maka harga tanah tersebut sesuai dengan harga yang berlaku di
masyarakat saat itu, apalagi pengadaan tanah oleh negara yang dilaksanakan
untuk kepentingan umum seharusnya, negara tidak mencari keuntungan dari
masyarakatnya justru sebaliknya, negara harus memberikan kesejahteraan yang
lebih kepada masyarakatnya dengan cara memberikan ganti rugi terhadap pengadaan
tanah dengan harga yang diatas rata-rata yang berlaku dimasyarakat saat itu,
dengan tetap memperhatikan tidak adanya kepentingan lain yang ditunggai oleh
pihak-pihak tertentu untuk mengambil kepentingan pribadi, tetapi semata-mata
untuk kepentingan dan kesejahteraan masyaratak yang terdampak terhadap
pengadaan tanah.
AD, H. Nandang, dkk. 2022. Administrasi Pertanahan, Edisi ke
4. Banteng. Universitas Terbuka.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan dan Kepentingan Umum
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk kepentingan Umum.
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Wassalamualaikum.
Comments
Post a Comment